Dasawarsa terahir ini system keuangan telah menjadi bagian integral dari kehidupan manusia, lebih luas lagi sistem keuangan telah menjadi semacam melting pot (peleburan) bagi seluruh aktifitas pelaku ekonomi dari induvidu, perusahaan sampai negara. Menyadari akan pentingnya sistem keuangan bagi kehidupan manusia, maka Al-Quran sebagai petunjuk bagi seluruh alam tentu memiliki konsepnya sendiri.
Konsep keuangan dalam Alquran dapat dilihat dari dua sudut pandang pertama pendekatan operasional yang meliputi konsep teori dan analisa, keduapendekatan pencatatan, yakni rambu-rambu pencatatan yang ditetapkan dalam Al-Quran.
Pertama Pendekatan Operasional, untuk pendekatan pertama ini Al-Quran lebih banyak membicarakan tentang riba. Larangan riba yang terdapat dalam Al Qur’an tidak diturunkan sekaligus, melainkan diturunkan dalam empat tahap:
- Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zhahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah .
- Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk.
- Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat, bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut.
- Tahap terakhir, Allah dengan jelas dan tegas mengharam-kan apa pun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.
Kedua Pendekatan Pencatatan: pada pendekatan kedua ini Al-Quran memberikan kerangka penulisan transaksi keuangan, firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS: Al-Baqoroh 282)
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itumenunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Baqoroh 283).
Islam telah menurunkan cara-cara mu’amalah yang adil dan memihak kepada para pihak yang terlibat, sampai-sampai mengatur hingga terperinci soal agunan dan cara-cara penulisan surat perjanjian, kesaksian, sikap penulis dan sikap saksi beserta dengan pesan moralnya. Bersama-sama dengan aturan muamalah lainnya ayat ini saling melengkapi suatu kesatuan hukum Mau’amalah yaitu hukum-hukum transaksi dalam Islam sebagai bagian dari sistem Ekonomi Islam. Dari kedua sudut pandangan diatas nampak jelas bagai mana Al-Quran mempunyai konsepnya sendiri mengenai konsep dasar keuangan, yang kesemuanya bertumpu pada keadilan dalam melakukan transaksi dan peniadaan unsur kezaliman didalamnya.
Source : www.ekisonline.com
al;amwal no 2/september