JANGAN LEWATKAN!
Home » Artikel » Mahasiswa sebagai Guardiant of Value Ekonomi Islam

Mahasiswa sebagai Guardiant of Value Ekonomi Islam

Mahasiswa adalah Guardiant of Value atau da’i kampus yang tentu tak lepas dari kegiatan bernama dakwah. Dakwah itu sendiri menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, adalah mengajak seseorang agar beriman kepada Allah dan kepada apa yang dibawa Rasul-Nya dengan membenarkan apa yang mereka beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintahkan.

“Jadilah di antara kamu sebaik-sebaik umat yang mengajak kepada kebaikan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”(Q.S Ali Imran: 104)

Kita pasti telah mengetahui bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dakwahpun sebenarnya merupakan amanah yang kita emban sebagai manusia selama hidup di dunia. Seringkali kita mendengar bahwa amanah takkan pernah salah memilih pundak. Maka, tentu ada alasan mengapa kita sebagai mahasiswa mendapat amanah menjadi Guardiant of Value:

1. Quwwatus-syabaab (kekuatan pemuda)

Sejak zaman Rasulullah SAW., pemuda merupakan barisan utama dalam memperjuangkan risalah Islam. Pemuda memiliki semangat serta dinamis dalam melakukan segala aktivitas. Hal ini yang menjadikan pemuda selalu memberikan banyak pengaruh dalam perubahan sebuah kaum atau bangsa. Oleh karena itulah, mahasiswa sebagai da’i Ekis harus mampu memberikan kotribusi bagi kemajuan bangsanya, misalnya dengan membumikan bank syariah, zakat, infaq dan shodaqoh dikalangan masyarakat. Tentu masih ingat dengan closing statement dari Bang Shidiq dalam acara sarasehan Temilnas bulan Maret lalu.

“ Yang kalian perjuangkan ini adalah sesuatu atas nama Islam. Maka saat kalian jatuh, ditakutkan Islam sendiri akan jatuh. Aktivis FoSSEI diharapkan menjadi penjaga. Siapkan diri kalian sebagai SDM yang akan menggantikan para pendahulu. Persiapkan dengan baik”. kata Bang Shiddiq. Jadi, mahasiswa harus kuat karena kita adalah sumber daya yang dipersiapkan sebagai penerus kepemimpinan bangsa. Jika bukan kita siapa lagi?

2. ‘Atho bilaa tahazzub (memberi tanpa berpihak)

Mahasiswa memiliki pandangan jauh ke depan dan mempunyai sebuah pandangan objektif dan rasional dalam banyak hal. Kekuatan prinsip ini menjadikan perjuangan mahasiswa terjaga idealismenya dan mampu menjunjung nilai kejujuran dan kemurnian sebuah perjuangan.

3. Qaumun ‘amaliyyun (selalu bekerja)

Wawasan, kompetensi, serta kepedulian seorang mahasiswa menjadikan mereka kaum yang progresif dan dinamis. Sifat ini memberikan sebuah energi yang besar dalam bekerja dan beramal secara terus menerus dan dapat mengikuti perubahan zaman. Mahasiswa yang sadar akan tugas dan kewajibannya sebagai pelajar akan selalu berusaha dengan sungguh-sunguh, mendalami ilmunya sebagai kebutuhan praktik/amalnya (amaliyah harakiyah). Oleh karena itu mahasiswa sebagai guardiant of value Ekonomi Islam harus memiliki keyakinan bahwa semakin banyak amal maka makin berpotensi untuk membersihkan dirinya. Ada beberapa alasan keharusan untuk beramal, yaitu karenan adanya kewajiban pribadi, kewajiban terhadap keluarga, dan tentunya kewajiban muslim terhadap dakwah.

Sebagai mahasiswa yang tergabung dalam Kelompok Studi Ekonomi Islam dan merupakan bagian dari Lembaga Dakwah Kampus yang berkonsentrasi pada intelektualitas dan profesionalitas, maka kita diharapkan mampu mengimplementasikan ilmu yang kita punya, dalam kehidupan sehari-hari. Berdakwah tak harus selalu melakukan hal-hal yang besar. Berdakwah dapat dilakukan dari hal-hal terkecil seperti mengajak teman untuk mengikuti halaqah ekonomi islam, membuat meme syariah, mengajak orang tua untuk beralih ke bank syariah, mengadakan kegiatan diskusi publik terkait ekonomi Islam, atau kegiatan pengabdian masyarakat seperti merintis koperasi syariah untuk membantu perekonomian warga sekitar.

4. Al mar’atu war-rijal (wanita dan pria)

Persoalan umat mencakup wilayah pria dan wanita, sedangkan mahasiswa merupakan komunitas yang terdiri dari pria dan wanita. Dakwah tak memandang gender, karena dakwah mewajibkan keseluruhan umat manusia yang beragama muslim tanpa terkecuali. Sehingga komunitas mahasiswa ini akan mampu memperjuangkan permasalahan umat.

5. Laa istibdaad (tanpa keditaktoran)

Mahasiswa tidak bersifat pragmatis terhadap sebuah kepentingan yang bisa memicu perbedaan dan perselisihan. Rasa kebebasan dan kemerdekaan sebagai seorang mahasiswa yang beriman dan berilmu, mendorong mereka terbuka untuk sebuah musyawarah demi mencapai keputusan terbaik.

6. ‘Alamiyyah(internasional)

Kesamaan status sebagai mahasiswa, membuat mereka jauh dari fanatisme kedaerahan, agama, maupun ras. Mahasiswa bisa bertemu dan berhimpun bersama atas nama mahasiswa, tanpa batasan bangsa maupun ras. Banyak komunitas yang dibentuk dari kalangan mahasiswa yang tentunya menyatukan seluruh daerah di Indonesia, misalnya FoSSEI (Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam), FSLDK (Forum Silaturahmi Dakwah Kampus) Nasional, ODOJ (One day One Juz), dan sebagainya. Justru dengan adanya komunitas dari berbagai kalangan akan menigkatkan kreatifitas, semangat, dan kekuatan dalam berdakwah.

Mahasiswa adalah Guardian of Value dari Ekonomi Islam yang merupakan agen perubahan, yang harus senantiasa semangat, produktif, dan kreatif dalam berdakwah. Lelah sudah biasa, karena lebih baik berlelah-lelah dalam kebaikan, daripada bersenang-senang dalam keburukan. Mahasiswa adalah pemuda, dan pemuda adalah harapan bangsa selanjutnya.

“Bila kita merasa letih karena berbuat kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan akan kekal. Bila kita bersenang-senang dengan dosa, kesenangan itu akan hilang dan dosa yang akan keka’’ ( Umar bin Khattab)

Ditulis oleh :
Bondan Ratnasari
Staf Penelitian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*